-
-
erin
secara hukum bagaimana posisi saudara ipar dalam kaitannya dengan konflik keoentingan misalnya dalam kasus pengadaan barang dan jasa pemerintah
-
Dijawab Oleh -
Di jawab oleh Iva Sofiya, S.H., M.Si., Penyuluh Hukum Madya pada Badan Pembinaan Hukum Nasional Terima kasih atas pertanyaannya, dapat kami jelaskan terkait adanya potensi konflik kepentingan terhadap posisi kakak ipar dalam kasus pengadaan barang dan jasa pemerintah Dari sisi peraturan, definisi konflik kepentingan dapat ditemukan dalam Pasal 1 Ayat 14 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, adalah kondisi Pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya. Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, juga disebutkan bahwa konflik kepentingan terjadi apabila dalam menetapkan dan melakukan keputusan dan tindakan dilatarbelakangi oleh: 1. Adanya kepentingan pribadi dan/atau bisnis; 2. Hubungan dengan kerabat dan keluarga; 3. Hubungan dengan wakil pihak yang terlibat; 4. Hubungan dengan pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang terlibat; 5. Hubungan dengan pihak yang memberikan rekomendasi terhadap pihak yang terlibat; 6. Hubungan dengan pihak-pihak lain yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengaturan mengenai konflik kepentingan juga terdapat di Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada pasal 12i, menyebutkan adanya larangan konflik kepentingan dalam sektor pengadaan barang dan jasa yang mengakibatkan pelakunya dapat dipidana. Pasal 12 huruf i “Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): (i) pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya”. Selain itu juga diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam Perpres ini diatur mengenai etika pengadaan barang/jasa dalam rangka menghindari konflik kepentingan. Pasal 7 ayat (1) mengatur bahwa (1) Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut: a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa; b. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa; c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat; d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait; e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa; f. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara; g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan h. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 51 ayat (2) Tender/Seleksi gagal dalam hal: a. terdapat kesalahan dalam proses evaluasi; b. tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan; c. tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran; d. ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini; e. seluruh peserta terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN); f. seluruh peserta terlibat persaingan usaha tidak sehat; g. seluruh penawaran harga Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS; h. negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai; dan/atau i. KKN melibatkan Pokja Pemilihan/PPK. Berdasarkan berbagai ketentuan diatas maka untuk menilai adanya konflik kepentingan baik langsung atau tidak langsung antara seorang penyelenggara pengadaan barang/jasa dengan keluarga (kakak ipar) dapat dilihat dari putusan pemenang tender pengadaan barang/jasa itu putusannya diambil berdasarkan kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dan tindakan dilatarbelakangi oleh adanya hubungan dengan kerabat dan keluarga atau bukan, Putusan yang berdasarkan konflik kepentingan dapat diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) terhadap pegawai negeri/penyelenggara negara yang melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah berdasarkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu terhadap tender yang dilakukan oleh pengelola non pns/penyelenggara negara berlaku juga etika pengadaan barang/jasa yang melarang konflik kepentingan berdasarkan Korupsi Kolusi dan Nepotisme dapat menyebabkan tender/seleksi pengadaan barang/jasa gagal. Demikian semoga penjelasan diatas, semoga dapat mencerahkan. Disclaimer : Jawaban konsultasi hukum semata-mata hanya sebagai pendapat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana putusan pengadilan. Dasar Hukum : Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah